Lambe Gurih

Hal yang tak terencana dan tiba-tiba terencana hari ini. Alhamdulillah masih diberi kesempatan untuk bisa silaturahmi dengan teman-teman sewaktu SMA.
Diawali komporan dari saya dengan teman-teman, untuk bisa berkumpul sekedar bernostalgia sebentar. Awalnya akan berkumpul sekitar 15% orang, tapi mendadak beberapa ada  agenda datang tiba-tiba hingga akhirnya tinggal segelintir orang sekitar 8% dari total anak angkatan jurusan RPL.
Tak apalah, yang penting masih bisa menyambung lagi. Sekitar jam 10 akhirnya berangkat keliling. Diawali berkunjung ke rumah teman yang paling tomboy dan ceriwis, tapi dia adalah sosok yang paling "semedulur". Kami berkumpul di rumahnya, dengan total kawan sekitar 3 orang. Perkenalkan ialah kami 3 orang adalah Saya (Fitri), Tatik dan Widi.
Tatik adalah seorang pekerja kantoran di sebuah koperasi swasta. Sifatnya yang terkenal sangat agresif, sensitif, ceplas-ceplos, teplak teplok, dan usil.
Widi adalah seorang pekerja kantoran di sebuah sekolah tingkat SMA tepatnya di SMK, sekolahnya dulu. Biasa dipanggil oppa Widi. Fansnya bisa dibilang "pateng tletek". Dan saya bukan salah satu fansnya, fans saya tetap Nabi Muhammad dan kamu, iya kamu.
Dia bekerja di bagian TU Sekolah. Hal yang membuat saya "gumun" adalah wajahnya yang semakin imut. Bukannya semakin beranjak umurnya dan semakin absurd wajahnya, tapi ini kebalikannya. Seperti artis Korea, emang demen sama sesuatu yang Korea juga sih. Jadi, gak heran.
Kami saling tunggu menunggu. Hingga akhirnya tidak ada lagi yang perlu ditunggu. Kamipun lanjut keliling lagi. Ke rumah teman yang sedari awal ribut di chat. Agar teman-teman main ke rumahnya. Kami pun langsung meluncur ke rumahnya di Leksono. Dia adalah juragan salak, orangtuanya maksudnya yang jadi juragannya.
Namanya Eka. Eka adalah seorang mahasiswi di sebuah PTN tepatnya di UNNES. Mengambil jurusan PTIK. Sifatnya yang kalem, pendiam tapi sering ceriwis di belakang.
Sampai di tempat, kami langsung duduk makan dan minum. Semua makanan jajan di meja langsung di jajah semua, tak pandang gengsi, yang penting bisa buat rame. Tak selang lama, teman yang ditunggu sedari tadi muncul via chat, katanya sedang otewe ke rumah Eka. Padahal ini anak mau di jemput setelah dari rumahnya Eka. Karena rumahnya (sebut saja Esa) itu di kota. Tepatnya di Punthuksari.
Esa adalah seorang mahasiswi yang masih duduk semester 6 mau semester 7 di sebuah PTN tepatnya di UNY. Entah apa yang membuatnya mengambil jurusan hingga lintas jalur lintas jurusan dari jurusan sebelumnya. Yaitu jurusan Sejarah. Dari RPL ke Sejarah, terlalu sekali batinku, lintas jalur jauh banget. Sifatnya yang suka ghibah adalah kebiasaan nya sejak dahulu waktu SMK, sampai sekarang pun tak kunjung ubahnya. Kesukaannya sejak waktu SMK sama halnya dengan Widi, "KOREA". Teringat waktu sekolah dulu, semua playlist nya adalah lagu Korea. Sampai eneg saya dengerinnya, logatnya pun tiru tiru gaya Korea.
Esa dengan nekatnya berangkat ngangkot sendiri ke rumah Eka. Sembari membaca chatnya, kami malah tertawa terpingkal-pingkal. Ini bocah mau maunya tiba-tiba berangkat sendiri, ngangkot pula. Padahal dia terkenal anti sama yang sesak, polusi dan keramaian. Kami tunggu Esa sampai tiba di rumah Eka. Masuk rumah Eka, gaya ceriwisnya langsung keluar semua. Ngobrol seperti orang kumur-kumur, pokoknya ada aja yang di bahas dan di obrol. Mendiskusikan tentang teman-teman alias ghibah, nggunjing. Tak kuat saya mendengar nya. Hanya bisa ikutan iya heem opo iyo ?, Tak lebih dan tak ikutan menambah atau mengurangi obrolan. Takut masuk ke jurang maksiat. Ghibah yang berselimut silaturahmi judulnya. Ampun ya Allah 😱.
Hingga kami menjeda obrolan kami karena bapak ibu nya Eka mempersilahkan untuk segera makan. Kami makan bersama. Selesai makan kami growfie. Selesai growfie kami lanjut ke rumah teman yang tak jadi ikut karena sakit. Sebut saja Efa.
Efa adalah seorang mahasiswi yang masih duduk di semester 6 mau semester 7. Kuliah di sebuah PTS sama dengan saya. Ambil jurusan PAI. Lintas jalur lagi.
Perjalanan kami tempuh berkelok-kelok tajam nan curam. Alhamdulillah sepeda yang saya kendarai bertipe matic. Jadi nggak syusah syusah amat alias nggak ngedanngeden. Baru kali ini menyusuri jalan ke daerah Watumalang melewati jalan terobosan dari Leksono. Ya mulus ya "gregalan" kami ambah semua. Tak terasa perjalanannya memakan waktu sejam mungkin. Baru tersadar ternyata kami habis waktu cuma di perjalanan. Maklum, tempatnya dari ujung ke ujung dari pojok ke pojok, syahdu syekali. Seharian cuma berkunjung ke 2 teman saja.
Sampailah kami di rumah Efa. Sumprett ini anak belagak kek orang sakit, tapi kayaknya nggak sakit. Di rumah Efa, Esa mulai lagi mendiskusikan tentang teman-teman. Cuma mendengarkan saja. Sambil sesekali tertawa renyah ketika ceritanya lucu. Lewat Esa lah muncul sebuah ide untuk membentuk sebuah komunitas yang beranggotakan saya, Widi, Efa, Esa, Eka, Tatik dan beberapa teman yang kiranya sering bermain bersama kami sewaktu SMK. Secara resmi terbentuklah komunitas yaitu dengan nama Lambe Gurih. Peresmiannya dengan dibentuknya group chat di Line dengan nama Lambe Gurih. Anyway Lambe Gurih bukanlah tandingan dari Lambe Turah ya. Ini hanya terinspirasi dari Lambe Turah yang sukanya mendiskusikan seseorang secara detail dan transparan alias menggunjing. Tapi tujuan kami bukanlah untuk menggunjing semata. Hanya ingin mempererat tali saudara agar tak terpisahkan. Karena kami sadar, ketika kami berkumpul pun selalu gaduh, menggaduhkan sesuatu hingga lupa "waktu". Dan anggota di dalamnya adalah orang-orang yang sukanya cerita ngalor ngidul yang penting cerita. Komunitas ini bersifat private bukan public. Yang artinya hanya orang-orang kami sajalah yang bisa join.
Waktu semakin sore. Kami bergegas untuk pulang. Sebelum pulang kami makan. Selesai makan tak lupa kami growfie dulu. Dokumentasi Lambe Gurih pertama setelah terbentuknya komunitas. 
Lanjut balik ke rumah Esa di Punthuksari. Karena ingin menghabiskan waktu sore hari, kami berniat keliling thawaf alun-alun. Hingga ditengah jalan Tatik mengusulkan main ke pasar malam Mendolo. Sayapun dengan semangat mengiyakan. Berangkatlah kami ke pasar malam. Yang pertama kali kami tuju adalah kora-kora. Saya, Widi dan Tatik langsung sepaket naik. Esa ketakutan nggak mau ikut naik akhirnya cuma nglangut nunggu di bawah. Si Widi dengan tenangnya cuma mesam mesem menaiki kora-kora ketika sudah jalan. Saya teriak teriak nggak jelas sakit takutnya. Komat kamit ketika sedang di atas. Seperti orang mau terhempas sewaktu-waktu. Si Tatik walaupun tomboy naik korakora aja pegangan saya kuat banget. Juga ikutan teriak teriak nggak jelas. Tomboy tapi nyali ciut haha. Selesai kora-koranan. Lanjut naik bombomcar. Naik berpasangan. Saya bareng Tatik. Naik cuma bisanya nabrak-nabrak nggak jelas pula. Pokoknya yang penting seneng aja dah.
Keliling pasar malam udah, waktunya pulang. Mengantar Esa dulu yang dekat. Lalu baiklah satu persatu ke rumah.
Dan terimakasih kawan-kawan atas kesediaannya mau berkumpul walau hanya 8% orang saja. Terimakasih ya Allah atas kesempatannya. Semoga silaturahmi ini selalu terus menyambung sampai kapanpun, menjadi sebuah keluarga. Aamiin 😊

Comments

Popular posts from this blog

The Fact

Kitab Alala