Tukang Kompor

Sekali lagi saya jadi tukang kompor. Jadi tukang kompor juga jadi pematik api. Soalnya ditunggu-tunggu nggak ada yang ngajak silaturahmi. Kali ini saya jadi pematik silaturahmi dan ngompori teman-teman yang mau saja. Silaturahmi ke rumah dosen dosen kuliah. Setelah keliling chatting teman-teman akhirnya dapatlah sekitar 4% dari angkatan jurusan. Menjaring 4% pun harus keliling beberapa medsos. Ternyata tak mudah menjadi tukang kompor. Sisi lain untuk menjadi tukang kompor juga harus menggali bakat seperti SPG lagi promoin produknya. Tukang ngoceh, sampai jari keriting. Beruntung walaupun 4% juga menepati janji. Itulah saya, Fai, Avi, Suci dan Herdian. Hari Minggu, kami kumpul di kampus. Saya ijin dulu mau silaturahmi ke Pak Yai saya sewaktu SMP. Bersama kakak tercinta, saya dan kakak ke rumah pak Yai. Setengah jam sungkem, saya makmum dengan kakak. Selesai sungkeman,  makan lalu pamit pulang. Saya bergegas menuju kampus karena sudah ditunggu-tunggu teman-teman. Karena sudah tidak ada yang ditunggu, akhirnya jam 12 siang kami berangkat. Tujuan pertama kami ke rumah pak Hid, selaku kaprodi jurusan kami. Tapi ternyata sedang keluar. Lanjut saja ke rumah Pak Nahar. Tepat sampai di rumah pak Nahar adzan Dzuhur berkumandang.  Kami dipersilahkan masuk. Melihat pak Nahar sedang siap siap mau ke masjid mau sholat, teman-teman pun ikut. Saya yang sedang libur, menunggu di rumah pak Nahar. Selesai sholat. Lanjut ngobrol dengan pak Nahar. Rombongan makmum dengan Fai. Tak terasa hampir 1 jam di rumah pak Nahar. Maklum ketika sama pak Nahar pasti ada saja yang diceritakan dan nasehat yang diberikan. Alhamdulillah banyak saran dan nasehat yang diberikan. Hingga kami pamit pulang. Lanjut lagi ke rumah Bu Harri.  Ternyata sampai di rumahnya, Bu Harri dan keluarga belum balik belum mudik. Yasudah lanjut ke rumah pak Dian. Ternyata sama lagi, nihil. Pak Dian sedang keluar rumah. Lanjutlah perjalanan ke rumah Bu Erna. Di rumah Bu Erna langsung dipersilahkan masuk. Tanpa basa-basi langsung ngobrol. Absenin satu persatu teman-teman. Dan Bu Erna tidak pangling dengan saya. Maklum saya anak kampuser. Penunggu markas. Jadi siapa yang tak faham dengan saya. InsyaAllah pada faham termasuk dosen selain jurusan Informatika. Guyonan dengan Bu Erna juga tak seseram ketika di kelas. Masih dengan sifat ramah tamah dan supel. Kami menikmati tiap candaan baik dari Bu Erna maupun dari kami sendiri. Yang paling buat saya baper adalah ketika Bu Erna menanyakan pasangan kepada saya. Soalnya duduknya pada berpasangan. Saya sendiri yang duduk di tengah bak ratu. Cuma bisa senyam senyum sendiri. Mbenjang Bu, nek sampun titi wancine, jawab saya. Waktu semakin sore. Kami berpamitan pulang. Saya iring teman-teman buat mampir main ke rumah. Di rumah ternyata lagi ada tamu, saudara ke rumah. Tambah rame di rumah. Saya suruh teman-teman masuk ke mushola rumah saja. Sambil menikmati dan menghabiskan sore hari. Ndopok sambil ngemil. Waktu semakin sore menuju Maghrib, teman-teman berpamitan, saya ajak dulu buat makan. Selesai makan,  pulanglah mereka. Masuk kamar langsung tepar. Seharian serasa puyeng tujuh keliling. Buat makan tak ada nafsu.
Alhamdulillah. Senang ketika jadi tukang kompor ada yang menanggapi dan berhasil. Walaupun bersusah payah di awal. Senang hingga akhirnya bisa bersilaturahmi. Tak ada maksud lain hanya ingin menyambung seperti saudara sendiri, menambah keakraban. Nyatanya teman-teman pun kaget ketika bersilaturahmi ke bu Erna yang terkenal killer ketika di kelas. Ketika di rumah beda 270°, ramah tamah dan supel. Nah itu dia tersirat nya fungsi silaturahmi.
Kali ini saya ingin menjadi tukang kompor lagi, untuk berkumpul berdiskusi tentang KP. Mengumpulkan teman-teman angkatan. Emang sih rasanya ngoyo banget. Tak apalah. Demi tujuan bersama, menggapai cita-cita bersama, apa yang tidak sih. 😊

Comments

Popular posts from this blog

5 September 1 April

Tradisi Ruwatan Rambut Gembel Dieng, Wonosobo

Semua Ada di Sholat Istikharahmu