Terjepyte dan Berputar 360 Derajat
Hujan sore hari itu ku masih di kampus. Derasnya hujan tak pantang menghalau acara komunitas. Komunitas yang masih ku bilang tertatih-tatih untuk berjalan. Apapun itu ya jalani saja, walau arahnya kadang tak karuan. Semangat ada, tapi mungkin masih saja bingung. Termasuk aku yang sudah semester tua ini.
Dari sekian rentetan rundown acara, namaku selalu disebut oleh para dosen yang datang. Malu diriku ini, apalah aku yang tak pintar apa-apa, hanya sebatas mencoba sudah dianggap untuk patut ditiru. Galau nian ketika para dosen memberikan arahan agar mau belajar dari diriku ini. Karena sebenarnya aku tak seperti yang mereka pikirkan. Ah yasudahlah, yang penting jangan ikut yang nggak bener, ketika aku keblenger nanti.
Waktu untuk dosen memberikan petuah, saran, cerita, informasi dan beberapa yang lainnya telah usai. Kini giliranku untuk showcase. Showcase tentang IOT. Memaparkan bagaimana perkembangan IOT sekarang dan ku sebar bagaimana cara merakit IOT itu sendiri, walau terbilang masih sangat dasar sekali. Mungkin tak apalah, agar mereka mempunyai gambaran tentang IOT. Satu jam aku cuap-cuap, itupun ternyata melenceng dari hasil ekspektasiku, realita hasilnya failed. Beginilah hasilnya ketika aku kurang niat. Padahal kemarin sebelum hari H, aku semangat sekali untuk bisa "pamer" tentang IOT ini. Kemungkinan besar karena aku ingin tidur siang. Ya gimana sih ya hobinya tidur siang, hobiku adalah moodku. Sebenarnya tak begitu melenceng dari ekspektasiku, mungkin problem yang belum ku kenal dan kebetulan muncul di saat itu juga, aku presentasikan 85% kesuksesan.
Acara usai jam 4.30, bergegas ku menuju masjid dan sholat mohon ampun. Jam terus berjalan detik demi detik, tak terasa sudah jam 5. Hujan sudah reda, siap-siap untuk pulang. Pulangku dari kampus diiringi gerimis tipis. Perjalanan semakin menuju ke rumah, hujan kian deras tak terbendung. Menuju petang dan Maghrib dan masih di jalan sembari mendengarkan lagu dibalik earphoneku. Volume ku setel setengah dari biasanya, antisipasi barangkali nanti aku tak mendengar suara klakson dari pengendara lain. Adzan Maghrib mengantarkanku sampai di halaman rumah. Rasa dingin mendera hingga kulitpun menjadi sedikit keriput. Alhamdulillah sampai rumah dengan pundak dan kepala yang sedikit pegal tak karuan. Ku sapa Ibu dan Bapak yang sedang bersantai menonton TiVi. Senyum sapa balik Ibu Bapak menambah semangatku untuk berbuka. Langsungku menuju ruang makan untuk berbuka. Tapi tak kutemukan sesendok nasi, yang ada hanyalah magic jar kosong. Sambil mengambil air putih, ku lihat ada katel diatas kompor berisi beras yang sedang mendidih. Hmmmm... ternyata masih berbentuk beras nasinya. Tak sabar ku ingin makan, akhirnya aku ambil saja tempe bacem 5 biji sebagai pengganti nasi. Makannya seperti bukan orang Indon, karena tak pake nasi. Alhamdulillah, selesai makan, nasi pun matang. Hasrat untuk makan lagi sudah tak ingin karena sudah kenyang dengan tempe bacem 5 biji tadi. Aku segerakan saja untuk sholat Maghrib. Kutunggu waktu Isya' dengan membaca kitabNya. Isya' berkumandang, segera ku sholat.
Raga seperti sudah tak kuat lagi untuk menopang badan, mata kian sayup enggan untuk bertahan "melek", mulut yang terus menguap tak terhitung, dingin hujan. Dan kinilah waktunya untuk segera "tepar". Ku dengar Ibu yang membuka pintu, pulang dari masjid. Ibu melongokku dari balik pintu kamar. Ingin ku ajak ibu bercerita, tapi selimut menahanku untuk segera tidur nyenyak. Akhirnya aku hanya ijin Ibu mau tidur. Berdo'a dan tak lupa request dibangunkan tengah malam oleh Rabbku, tak selang lama akupun sudah di bawah alam sadar.
Semalam tidurpun rasanya tak karuan. Sepertinya aku tidur masih saja berkegiatan. Kegiatan memutar badan hingga 360 derajat. Bangun tengah malam, bukannya badan segar yang kudapat tapi leher bagian kanan serasa pegal. Nikmat sekali rasanya. Sambil menikmati pegalnya leher, suara dari alam pengolah makanan berdendang, yang padahal tadinya ku pikir itu suara kodok dari sawah. Ku beranjak dari tempat tidur dan berburu makanan. Ah ternyata perburuanku hasilnya nihil. Ada riwayat makan malam bersama ketika aku tidur. Hanya nasi dan sambal terasi yang tersisa. Bolak balik cuma mengamati sambal terasi. Pertanyaanpun muncul, apakah aku harus njambal sambal terasi biar kenyang ? Sepertinya itu bukan sebuah solusi, akan menambah masalah ketika sambal itu habis, pengolah makanku bisa bisa malah berdisko ria nanti. Sambal terasi tak jadi ku jambal, teh sari wangilah pilihan terakhirku. Seduh teh dengan nyawa yang masih setengah dan mata yang masih "byar pet" seperti lampu rusak. Ambil air untuk basuh muka. Airnya pun tak ubah menyegarkan mata, masih saja "byar pet", yang membuatku terjepit pintu ketika ku buka pintu. Terjepitnya inilah yang akhirnya membuat mataku melek semeleknya. Terimakasih pintu, akhirnya aku bisa melek dan bisa mengetik ketikan ini sembari menunggu adzan Subuh. :)
Comments
Post a Comment