Balada Mahasiswa Semester 5

Semester 5 = semester bahagia. Saya anggap saja semester ini semester paling bahagia, agar mindset kejenuhanku kemalasanku segera hilang.
Akhir - akhir ini sering terbawa kemalasan dan rasa jenuh yang amat sangat menjengkelkan. Entah datangnya kemalasan dan kejenuhan ini dari mana, akupun tak tau. Yang saya rasakan, tiba-tiba mood di semester 5 ini seakan berceceran entah kemana. Kemungkinan moodku berceceran di jalan yang aku lewati tiap berangkat  dan pulang kuliah dengan jarak yang begitu jauh berkilo-kilo meter.
Ah... sepertinya bukan, nyatanya semester 1 - 4, moodku masih baik-baik saja tidak separah ini. 
Ini memang aku yang merasakan saja atau bagaimana ?
Aku coba tengok teman-temanku yang seangkatan, ambil beberapa sampel dari sekian populasi. Dan ... fakta membuktikan, beberapa temanku pun sama merasakan apa yang saya rasakan.
Apakah ini memang sebuah fase yang menjengkelkan di bangku kuliah ?

Saya mencoba untuk mengumpulkan penyebab yang menyebabkan efek samping seperti ini. 
Akhirnya sayapun mendapatkan beberapa diantaranya ternyata :

1. Perjalannya saya mencari ilmu disini (di kampus tercinta) ternyata apa yang saya dapatkan belum maksimal, faktornya beberapa mata kuliah yang menerapkan presentasi dan paper yang dimana ditiap presentasi audiensiya hanya duduk, (pura-pura) mendengarkan, (pura-pura) faham dan yang mengagetkan adalah mereka bisa bertanya dengan pertanyaan yang kadang bikin gak masuk akal atau kadang pertanyaan simpel dan feedback "ya ya ya terimakasih", hanya untuk mencari nilai keaktifan saja.
Dan yang lebih menjengkelkan lagi, dosen pun cuek tidak membenarkan kalau memang itu kurang tepat atau salah,  bahkan juga tidak menambahkan materi yang memang diperlukan untuk mahasiswa. Sehabis presentasi audien malah semakin tambah bingung, karena yang presentasi juga membingungkan. Bukan ilmu yang pasti dan benar, tapi malah mendapatkan ilmu praduga, benar atau salahpun kami tidak tahu dan tetap kami terima secara mentah-mentah.
Sama seperti audien mahasiswa, dosenpun hanya duduk, mendengarkan presentasi lalu mengabsensi mahasiwa yang datang.
Sebenarnya kita (mahasiswa) bisa, sangat mampu  dan mau untuk mencari materi ilmu lewat internet ataupun lewat buku. Tapi, tujuan kami disini mencari ilmu selain lewat media buku dan internet adalah dengan guru, agar lebih terarah, bukan seperti anak ayam kehilangan induknya. 
Nyatanya sayapun sering mencuri waktu, yang saya gunakan untuk belajar secara otodidak (internet maupun buku) dari ilmu yang tidak diajarkan di bangku perkuliahan dan ketika ada event pun saya rela datang walaupun jauh demi sebuah ilmu dan pengalaman.
Ketika seperti ini, sama halnya mahasiswa belajar otodidak di kampus, yang dengan sukarela membayar administrasi di tiap semester yang kadang tanpa ada hasil yang pasti di tiap perkuliahan.

2. Saya sendiri memang dari TK sampai jenjang SMK tidak begitu  memperdulikan sebuah nilai yang bagus, yang terpenting nilai itu berada diatas kata aman (KKM) saja itu sudah cukup bagi saya. Tapi Alhamdulillah nilai saya pun cukup memuaskan tanpa harus memaksakan untuk menTUHANkan sebuah nilai. 
Masuk di bangku perkuliahan ini, entah kenapa nilai bisa menjadi sebuah momok yang kebanyakan di Tuhankan tiap orang di tiap mata kuliah, apalagi yang sksnya besar. 
Senangnya ketika di semester 1 - 4. Di semester tersebut saya serius mencari ilmu, apa yang tidak saya fahami saya cari lagi saya telusuri lagi sampai benar-benar faham, bahkan kadang saya lupa dengan hasil nilai saya, jarang saya cek di akademik. Nilai mah bodo amat yang terpenting saya faham akan materinya ketika saya tidak faham saya cari sampai faham dan berusaha tepat waktu untuk menyelesaikan semua tugas-tugas kuliah tanpa mikir bagaimana hasil nilainya nanti. Karena saya berfikiran, ketika saya mampu saya bisa saya terapkan di kehidupan sehari-hari, nilai itu akan mengikuti sesuai kemampuannya. Ketika memang kemampuannya bagus maka layak untuk mendapatkan nilai bagus, ketika memang tidak bisa ya pantas untuk mendapatkan nilai sesuai kemampuannya.
Saya coba ngecek nilai di akademik, saya lihat dari semester 1 - 4. Dan mmmm..... lumayan mengagetkan, ada beberapa mata kuliah yang memang saya benar-benar mampu ternyata nilainya sekian, bahkan ada mahasiswa yang bisa dibilang kurang menguasai bisa mendapatkan nilai yang memuaskan. Saya mencoba agar tidak berfikir suudzon. Saya kecewa berat. Kenapa nilai tidak sesuai dengan kemampuannya. Apakah saya salah nulis jawaban di kertas ujian ? Atau saya kurang aktif di kelas ? Benar benar nilai ghoib.
Kebanyakan dosen TI itu memberi nilai secara obyektif. 
Seseorang yang tidak mampu yang akhirnya dengan metode tengok kanan kiri pun akan dikira sangat mampu dan layak mendapatkan nilai tersebut ketika penilaian hanya diambil secara obyektif saja. Tapi cobalah untuk memberikan nilai secara subyektif juga. Ketika nilai hanya dari obyektif saja saya rasa itu mematikan sebuah rasa.
Entah mengapa semenjak ini, saya jadi malas mengerjakan tuga-tugas kuliah karena nilaipun kadang tak menggambarkan akan kemampuannya. Nyatanya mahasiswa yang cuma nebeng nama di makalah bisa dapat nilai bagus. 

3. Saya ancungi jempol untuk dosen yang sering memberikan tugas. Karena dengan tugas tersebut jadi benar-benar serius untuk belajar (bagi yang belajar) mendalami materi. Tapi 'mbokyao' ngasih tugas itu yang mudah dicerna mahasiswa. Sudah tanya tanya tentang instruksi tugasnya bagaimana ? Kadang jawabannya malah diputer-puter nggak jelas. Bukannya diluruskan tapi akhirnya kadang kena nyanyian sang dosen ketika hasil tugasnya tidak sesuai dengan instruksi yang dimaksud. 

4. Efek kebanyakan projek yang serig membuat oleng ketika deadline sudah di depan mata. Konsentrasi jadi terbelah kemana-mana. Yang padahal tipe ku adalah fokus konsentrasi mengerjakan 1 kerjaan, ketika selesai lanjut fokus kerjaan yang lain. Kerjaan saling bertumpuk dan saling terbagi konsetrasi. Jadilah kerjaan yang tak kunjung kelar-kelar dan bikin mood nyambung putus kaya kabel rusak.

5. Kurang piknik.

6. Dosen yang kadang kurang greget dalam menyampaikan materi kuliah. Malah bikin semakin bingung. Ketika mahasiswa meluruskan, malah membela diri. Ya sudahlah.

7. Mata kuliah kosong. Mata kuliah yang notabene nya adalah materi yang ruwet malah sering kosong. Dimana saya harus mencari mentor ? Buku ? Internet ? Oke saya bisa. Tapi apakah manusia mampu mencerna tanpa arahan dari sang guru ? Ya walaupun ada, itu hanya seebagian kkecil manusia dengan otak luar biasa bisa menyerap ilmu otodidak.

8. Lingkungan yang bertipe kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang). Ngajak teman untuk ikut bersama-sama berkembng dan berperan aktif membangun komunitas sulitnya minta ampun. Kebanyakan cuma datang duduk diam (pura-pura) memperhatikan selesai lalu pulang. Akhirnya berkembang mengolah mengasah mencari softskill sendiri dan ada beberapa teman yang benar-benar bersama-sama bergabung ingin agar lebih dari yang lain, menyamakan atau meningkatkan softskill agar tidak ketinggalan dengan teman-teman dari kampus lain.

Ah intinya saya kuliah berasa belajar otodidak. Nilaipun kadang nggak jelas. Tugas sama halnya dengan nilai, sama-sama nggak jelas. Penyampaian materi kurang begitu ngena ke mahasiswa, mau tanya jadi sungkan karena dikira nggak memperhatikan.

Benar-benar kangen masa mencari ilmu dengan semangat yang membara dan konsentrasi full, seperti di bangku SMK. Semoga rasa ini segera enyah dari dalam diri ini. 







Comments

Popular posts from this blog

Grafika Komputer

Tradisi Ruwatan Rambut Gembel Dieng, Wonosobo