Berkeliling

Masih terasa bau opor ayam, bumbu pecel dan rendang. Perut ini sampai sudah tak mampu menampungnya. Tiap kali bertamu ke rumah saudara bisa dipastikan pasti disuruh makan. Nggak mau makan gimana, makan mulu ya begah banget nih perut. Alasan saya mengapa selalu makan di tiap rumah saudara adalah karena saya harus skip dulu bila mau puasa, soalnya lagi ada tamu, kedua karena nggak enak jika cuma datang duduk minum doang, kasihan jika tak makan masakan mereka, soalnya mereka pun udah nyiapin makan, masak dari pagi hari buat para tamu, jadi istilahnya saya cuma melegakan masakan mereka doang. Mereka senang saya pun kenyang (kebangetan). Walaupun makan cuma ambil satu sendokan. Yang penting udah bikin piring kotor, biar mereka lega.

Dari hari pertama hari raya sampai hari ketiga ini makan mulu. Dari sebelum berangkat sholat idul Fitri (hari raya saya, ini adalah waktu dimana saya lahir ke dunia), makan dulu lalu berangkat sampai masjid dapet shaf belakang. Selesai sholat lanjut halal bihalal desa, salam salaman. Salam salaman bagian perempuan ini panjang bener, sampai iringan sholawat selesai tetep aja masih salam salaman, panjangnya seperti mau menuju gunung sumbing berkelok-kelok. Pegel juga nih kaki jalan salam salaman nya. Perut sampai keroncongan. Sampai di rumah langsung  sungkem sama ibu dan bapak, sedih sekali lebaran kali ini bapak masih aja seperti ini 😔.
Selesai sungkem lanjut masak. Makan lagi. Tak selang lama, tetangga (keluarga Bulik) pada datang kerumah. Kakak dan istri juga ke rumah. Rame bener nih rumah. Makan besarlah kami, sambil diiringi musik gambusan. Selesai makan, lanjut Ziarah makam simbah dari bapak. Karena saya lagi ada halangan, sayapun langsung lanjut tidur saja (ngantuk bener, bangun jam 2 pagi dan baru bisa tidur). Sampai jam 2 siang baru bangun. Tetangga mampir ke rumah lagi, ndopok ngalor ngidul. Sampai gak kerasa jam 4 sore ndopoknya. Janjian sama keluarga Bulik(tetangga), mau halal bihalal ke desa sebelah. Desa ini istimewa, desa kelahiran bapak. Desa Gunung Tawang. Hampir satu desa adalah keluarga besar bapak. Baik saudara dekat, kandung, jauh, tiri, temu, semua ada disini. Bisa seminggu kiranya kalau mau dikelilingi semua. Rombongan berangkat jam ba'dha Maghrib. Jalan kaki dari rumah silaturahmi ke yang simbah simbah saja. Alhamdulillah simbah-simbah masih pada sehat. Senang banget cucunya bisa pada kumpul ke rumahnya. Cuma kuat keliling 7 rumah. Ini juga udah ditambah makan terus, kenyang banget dah. Jam 8 malem akhirnya selesai langsung pulang. Baru kali ini kelilingnya kilat, nggak kaya tahun kemarin. Padahal biasanya jam 11 malem baru selesai. Mungkin faktor kelelahan.

Hari raya kedua, cuma di rumah nunggu tamu, Bulik paklik pada ke rumah. Bawa anak-anak dan cucu-cucu. Rame lagi. Meriah pula.

Hari ketiga, hari ketiga ini sesuai rencana dari Ibuk. silaturahmi ke keluarga ibuk ke desa kelahiran. Padahal biasanya kalau silaturahmi ke keluarga ibuk itu pas hari pertama setelah ziarah ke makam simbah bapak. Beberapa faktor yang akhirnya jadi hari ketiga. Langsung ibuk dan saudara ke makam simbah dari ibuk. Saya cuma diam diri di rumah Bulik. Selesai ziarah ngumpul ke rumah budhe. Masih dengan raut wajah seperti tahun kemarin. Wajah budhe belum terlihat sumringah setelah ditinggal pakdhe ngilang. Dan pokok bahasan tiap kali ke saudara ibuk, pasti pakdhe yang menjadi topiknya. Hanya bisa menjadi pendengar obrolan sesepuh. Sepupu masih pada sibuk dzikir dengan gadgetnya. Biarlah, miris batinku. Sepupu yang paling besar akhirnya mengakhiri rasanrasan pakdhe dengan mengajak saudara-saudara untuk keliling desa. Sayang ibuk tidak mau ikut, katanya mau langsung pulang saja, nemani bapak di rumah dan barangkali ada tamu ke rumah, cuma bisa titip salam saja lewat saya dan adik. Desa ini tak kalah jauh istimewanya. Desa kelahiran ibuk. Desa Pakuncen. Hampir satu desa adalah keluarga besar ibuk. Start keliling jam 10 dan selesai jam setengah 5. Bener bener dah, dari pojok desa sampai pojok desa, dari diagonal, bujur sampai melintang, semua di kunjungi. Dari mbahmbah adik simbah sampai saudara yang nggak saya faham dikunjungi. Maklum saya cuma makmum. Tidak seperti tahun sebelumnya, kalau dulu cuma ngunjungi simbah-simbah saja. Kalau sekarang saudara-saudara yang saya kurang faham pun dikunjungi. Kurang lebih 15 rumah kami bertamu. Perut pun eneg. Soalnya tiap rumah yang kami kunjungi pasti disuruh makan, suruh minum sampai-sampai kembung. Alhamdulillah, walaupun kembung dan eneg, lewat ini jadi pada faham saudara-saudaranya. Jadi yakin kalau memang satu desa ini bisa dikatakan keluarga besar. Bisa seminggu keliling desa.
Hal yang buat saya jadi deg-degan adalah ketika saudara yang pangling bilang, udah gedhe ya, mau selesai kuliah, udah gadis siap mantu, siap siap mau nikah, siap-siap rewang (bantu-bantu).
Setdah mantap kali ucapnya 😸
Alhamdulillah, aamiin kan saja. 😹
Pesan saya
Jagalah silaturahmi jangan sampai putus, karena keutamaan bersilaturahmi adalah banyak do'a yang akan diijabah, memperpanjang umur dan juga melapangkan rezeki.

Comments

Popular posts from this blog

5 September 1 April

Tradisi Ruwatan Rambut Gembel Dieng, Wonosobo

Semua Ada di Sholat Istikharahmu